Saturday, 21 March 2015

Nasib Industri CPO Di Indonesia

Nasib Industri CPO Di Indonesia

Hasil gambar untuk Mengapa indonesia belum bisa menjual cpo sendiri
Saat ini produsen minyak nabati dunia dipegang oleh Indonesia dengan minyak nabatinya yang bersumber dari sawit. Industri sawit yang dulunya dipandang sebelah mata, kini menjadi harapan jutaan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan hidupnya. Dengan perkiraan total areal perkebuanan sawit tahun 2012 mencapai 8,2 juta hektare, Indonesia sudah melampaui Malaysia menjadi produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia. Saat ini Indonesia menguasai 44,5% produksi CPO dunia, sedangkan Malaysia 41,3%. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan produksi minyak sawit mentah Indonesia pada 2012 mencapai 25 juta ton. Angka tersebut setara dengan US$ 25 miliar atau Rp 225 triliun sesuai proyeksi harga sawit di pasar internasional US$ 1.000 per ton (duniaindustri.com).
Riau merupakan daerah penyumbang terbesar atas kenaikan produksi CPO Indonesia. Menurut Dinas Perkebunan Propinsi Riau, tahun 2010 luas perkebunan sawit 2,1 juta ha. Merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang sangat besar untuk Riau. Selain dianugerahi minyak bumi yang banyak (meskipun saat ini menipis), tanah yang “subur” sangat ideal untuk berkembangnya sawit hingga menjadi populer seperti sekarang. Bahkan saking kayanya Riau, banyak yang menjuluki Riau sebagai negeri kaya minyak diatas dan dibawah tanah.
Jika perkebunan sawit di Indonesia sangat sukses dan berkembang pesat, bagaimana pengelolaannya?. Tanaman sawit merupakan tanaman yang hampir semua komponennya dapat diolah menjadi lebih berguna. Seperti buahnya untuk minyak goreng, sabun, margarin, bijinya untuk gliserin, sedangkan limbahnya merupakan biomassa untuk energi terbarukan seperti gasifikasi dan nitroselulosa (dalam tahap penelitian). Akan tetapi saat ini kebanyakan sawit hanya diolah menjadi CPO. Lihat saja perbandingan pabrik pengolahan sawit menjadi CPO tidak sama dengan pabrik pengolahan CPO menjadi barang jadi yang tidak proporsional. Di Riau saja, jumlah pabrik CPO mencapai 146 buah sedangkan untuk pabrik minyak gorengnya saja hanya sekitar 2 buah. Lalu, bagaimana prospek Industri CPO kedepannya? Apakah hanya mengolah sawit menjadi CPO saja fokus pemerintah?. Dengan semakin banyaknya pabrik CPO seharusnya pemerintah mengambil langkah atau membuat kebijakan untuk membangun pabrik- pabrik hilir untuk mengolah CPO lebih banyak seperti pabrik minyak goreng, sabun, atau bahkan biodiesel.
Banyak yang menilai ber-industri di Indonesia sangat jelimet. Mengapa demikian? Saya menyimpulkan alasan yang membuat Industri CPO dan turunannya mandeg. Yaitu, adanya politisasi kebijakan. Contohnya seperti diatas tadi jumlah pabrik CPO tidak sebanding dengan pabrik turunan CPO. Malahan, jumlah ekspor CPO tiap tahunnya meningkat bukannya membangun pabrik pengolahan sendiri di Indonesia. Apakah pemerintah lebih fokus di penjualan ke luar negeri hanya untuk mengambil keuntungan sendiri atau tidak percaya diri untuk mengembangkannya?. Mengapa saya mengatakan demikian?, saya ambil contoh sabun mandi yang kita gunakan berasal dari CPO yang diekspor oleh Indonesia ke luar negeri atau es krim yang berbahan baku minyak nabati merupakan hasil ekspor Indonesia. Daripada mengekspor toh barang jadi (hilir CPO) diimpor lagi ke Indonesia, bukankah lebih ekonomis dan beruntung jika Indonesia membangun sendiri pabriknya lalu menjual ke luar negeri?
Adanya sentralisasi kebijakan juga membuat industri ini tidak merata dan berkembang di daerah- daerah perkebunan sawit. Bukti di lapangan menunjukkan, pabrik minyak goreng lebih banyak di bangun di pulau jawa dan medan sedangkan di Riau hanya 2 pabrik. Bukankah lebih murah biaya produksi minyak goreng jika pabriknya dibangun di dekat bahan bakunya (CPO)?. Logikanya, jika CPO dari Riau diolah di jawa atau medan menjadi olahan jadi pastinya akan menambah biaya transportasi.
Kelangkaan BBM (minyak bumi) seharusnya mampu menggelisahkan pemerintah untuk mulai mengembangkan energi terbarukan. Saya teringat apa yang dikatakan almarhum WAMEN ESDM, yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia seharusnya mengetahui bahwa Indonesia sudah tidak kaya minyak bumi lagi. Saya setuju dengan kebijakan beliau yang mengatakan kenaikan harga BBM seharusnya membuat kita beralih ke biodiesel atau biosolar. Indonesia mempunyai kelebihan bahan baku atau biomassa dibandingkan negara yang sedang mengembangkan renewable energy seperti India dan Cina. Minyak CPO saat ini sudah dikembangkan dan bisa diolah menjadi biodiesel. Bukankah itu peluang untuk mengatasi keterbatasan energi?
Banyaknya industri di suatu negara akan menunjukkan maju atau tidaknya negara tersebut. Jepang dengan industri motor dan elektroniknya, Jerman dengan industri pesawatnya atau negara lainnya merupakan negara yang maju karena industrinya. Saya pribadi yakin Industri CPO dan turunannya akan menjadi branding Indonesia jika tidak ada politisasi dari pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum jika ada politisasi maka hal itu akan merusak tatanan sebenarnya seperti PSSI, PBSI, Hukum atau lainnya.
Sudah seharusnya orang yang ahlinya diberi kewenangan yang besar untuk mengelola bidangnya. Ahli Industri mengelola Industri, ahli hukum mengurusi hukum dan ahli politik mengurusi kepolitikan bukan sebaliknya.
Semoga Industri CPO di Indonesia semakin berkembang dan beberapa tahun kedepan Indonesia akan bergantung pada CPO.

0 comments:

Post a Comment

 
Efek Blog